Tuesday, November 11, 2025
No menu items!
spot_img
HomeManhajBerbicara ketika terjadi suatu peristiwa

Berbicara ketika terjadi suatu peristiwa

Asy-Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili hafizhahullah berkata,

“Aku mengingatkan diriku dan seluruh saudara dan saudariku:

“Ketika terjadi suatu peristiwa secara umum, hendaknya engkau mengingat bahwa hukum asalnya adalah melazimi sikap diam (tidak berbicara/berkomentar).

Karena sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang diam, selamat.”

Maka hendaklah melazimi sikap diam. Kemudian merenungi tentang sikap berbicara, apakah hal itu sesuatu yang dituntut secara syar’i pada keadaan ini?
Maka apabila sikap berbicara bukan sesuatu yang dituntut secara syar’i, maka hendaklah terus dalam sikap diam.

Dan apabila berbicara itu sesuatu yang dituntut secara syar’i, maka perhatikan apakah hal itu dituntut dari dirimu atau dari orang lain?
Apabila berbicara itu dituntut dari orang lain, maka hendaklah engkau terus dalam sikap diam, dan biarkanlah orang lain yang berbicara dengan taufiq dari-Nya.

Dan apabila berbicara itu dituntut dari penguasa atau ulama kibar, maka ambillah posisi di belakang mereka dan jangan mendahului mereka.

Dan apabila berbicara itu dituntut dari dirimu, maka berusahalah agar tertata dalam apa yang engkau ucapkan atau engkau tulis. Dan berusahalah agar maslahat dari ucapanmu adalah murni maslahat atau maslahatnya lebih banyak.

Adapun apabila engkau melihat bahwa ketika engkau berbicara akan menimbulkan mafsadah yang sama dengan maslahatnya, atau mafsadah lebih banyak dari maslahat, maka hendaklah engkau menahan dari berbicara.

Dan ingatlah firman Allah, “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Dan hadits Nabi, “Sesungguhnya termasuk dosa besar yant paling besar, seorang yang melaknat kedua orang tuanya.” Para shahabat berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang melaknat kedua orang tuanya?” Beliau menjawab, “Seseorang melaknat ayah orang lain, sehingga orang lain tadi melaknat ayahnya. Dia melaknat ibu orang lain, sehingga orang lain tadi melaknat ibunya.”

Sumber artikel:
https://x.com/solyman24/status/1819330709703512299?t=dfBQWyhJLi4IxXEaAHNjTA&s=35

https://t.me/Catatan_santri/548

RELATED ARTICLES
- Publikasi Kajian -spot_img

Populer Artikel

Tamu